Presiden Dan Kementrian Sosial Minta Warga Yang Belum Dapat Bansos Segera Lapor, Caranya Cek Disini
Presiden Dan Kementrian Sosial Minta Warga Yang Belum Dapat Bansos Segera Lapor, Caranya Cek Disini - Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi membuka pos pengaduan bagi warga yang mengeluhkan persoalan bantuan sosial (bansos) Covid-19.
Koalisi ini terdiri dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Change.org, dan Visi Integritas Law Office.
Adapun pos pengaduan ditujukan bagi masyarakat yang terdaftar sebagai penerima manfaat bantuan sosial sembako Covid-19 di wilayah Jabodetabek dan mengalami permasalahan dalam pembagiannya sepanjang 2020 lalu.
Kata Kurnia, pengaduan yang masuk kemudian nantinya akan menjadi dasar untuk melakukan upaya hukum bersama, yakni menuntut pemulihan kerugian masyarakat. “Selain itu, informasi yang dihimpun juga diarahkan untuk mendorong perbaikan kebijakan mengenai bansos dan jaminan sosial lainnya agar lebih transparan dan akuntabel,” katanya.
Pos pengaduan akan dibuka mulai 21 Maret 2021 hingga 4 April 2021. Pengaduan dapat dilakukan dengan mengisi formulir pada link berikut ini: http://s.id/poskorbanbansos atau melalui hotline telepon/WhatsApp pada nomor 0881 0246 58639.
“Pos pengaduan ini adalah upaya untuk dapat memetakan permasalahan dan kerugian yang dialami masyarakat sebagai dampak korupsi,” kata perwakilan koalisi, Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, dalam webinar, Minggu (21/3/2021).
Sebagaimana diketahui pada awal Desember 2019 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil membongkar praktik korupsi pengadaan paket bansos sembilan bahan pokok untuk warga terdampak pandemi Covid-19 di Kementerian Sosial (Kemensos).
Kala itu, Menteri Sosial Juliari Peter Batubara, terkena tangkap tangan beserta pejabat Kemensos dan pihak swasta lainnya, keseluruhan tersangka diproses hukum karena menjadikan paket sembako sebagai bancakan korupsi.
Adapun modus yang dilakukan oleh para pelaku adalah dengan meminta fee sebesar Rp10 ribu dari total harga paket sembako Rp300 ribu untuk setiap warga Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek).
“Dapat dibayangkan, atas praktik kejahatan itu, tidak hanya terbatas pada suap-menyuap semata, akan tetapi juga berpotensi merugikan keuangan negara sebesar Rp2,73 triliun,” kata Kurnia.
Ia menekankan, korupsi bansos di tengah wabah pandemi Covid-19 tidak hanya sekadar merugikan keuangan negara.
Adanya penyalahgunaan kewenangan demi keuntungan pribadi atau kelompok tertentu sangat mengancam kehidupan kelompok rentan dan masyarakat miskin yang menjadi sasaran program tersebut.
“Setidaknya ada 1,3 juta keluarga penerima manfaat yang berpotensi dirugikan secara langsung akibat korupsi tersebut,” ungkap Kurnia. Dampak signifikan itu, lanjut dia, pada dasarnya telah disadari penuh oleh para pelaku.
Hal itu dapat dibuktikan tatkala dikeluarkannya Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 54/HUK/2020. “Aturan itu menegaskan adanya urgensi pemberian bansos untuk menjamin stabilitas ekonomi masyarakat yang terancam resesi ekonomi akibat pandemi Covid-19,” katanya.
Kurnia berujar bahwa problematika korupsi bansos ini sekaligus menjadi pengingat bahwa korupsi adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia.
Penting ditekankan, di tengah situasi pandemi, negara memiliki kewajiban untuk menjamin kebutuhan dasar warga yang dibatasi aktivitasnya sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan.
“Korupsi yang dilakukan terhadap kewajiban negara tersebut telah melanggar hak warga mendapatkan jaminan sosial,” ujarnya.
Dijelaskannya, hal itu tertera secara terang benderang dalam Pasal 28 H dan pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) serta Pasal 41 Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM).
Bahkan, melanggar Hak warga atas jaminan hidup yang layak juga dijamin dalam Pasal 28 C, Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, dan Pasal 11 UU HAM.
“Maka dari itu, KPK harus didesak untuk mengusut tuntas semua pihak yang terlibat dan memberikan tuntutan yang setimpal hingga adanya putusan yang memberikan efek jera,” tegas Kurnia.
Namun, kata dia, dengan adanya kerugian luar biasa yang dialami masyarakat, khususnya dalam situasi kedaruratan pandemi seperti saat ini, upaya penghukuman saja tidak cukup. Perlu ada upaya khusus untuk dapat memulihkan kembali hak-hak masyarakat yang dirugikan.
“Jaminan pemulihan hak tersebut telah pula diamanatkan dalam Pasal 35 United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) yang telah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006,” kata Kurnia.